Langsung ke konten utama

Pengembangan Metaverse Butuh Peran Edge Computing

CEO Facebook Mark Zuckerberg mengembangkan Metaverse dan membutuhkan edge computing

Hi moms!

Sejak CEO Facebook Mark Zuckerberg mengumumkan rencana investasi sebesar 10 miliar dollar AS untuk mengembangkan Metaverse, istilah ini menjadi hot topic di seluruh dunia.

Lalu, apa yang dimaksud dengan Metaverse? Metaverse merupakan pertemuan antara dunia digital dan fisik. Metaverse adalah sebuah ruang virtual tiga dimensi di mana para pengguna dapat berkumpul dan saling berinteraksi satu sama lain di lingkungan replikasi dunia fisik dengan modifikasi-modifikasi tertentu.

Menariknya, ide Metaverse berasal dari sebuah buku fiksi ilmiah yang diterbitkan pada 1992Hal ini mengingatkan pada masa awal internet sekitar tiga dekade lalu. Internet juga tampak seperti fiksi bagi kebanyakan orang pada masa itu. 

Baca juga: Apa Itu Microgrid dan Bagaimana Manfaatnya terhadap Efisiensi Energi?

Bila dirunut awal mulanya, konsep Metaverse juga bukan istilah yang asing. Konsep ini sudah dimasukkan ke dalam platform gaming. Meskipun begitu, potensi untuk pengembangannya masih luas dan para pengembang masih harus menempuh jalan panjang untuk menemukan potensi Metaverse sepenuhnya.

Konsep Metaverse membuka peluang yang sangat luas bagi para pengguna untuk mencoba beragam aktivitas, mulai dari bepergian, berbelanja, mencoba pakaian, hingga menghadiri konser-konser virtual.

Ketika ide Metaverse menjadi sorotan, di saat yang bersamaan masyarakat juga semakin familiar dengan fintech dan cryptocurrency. Hal ini menjadikan konsep Metaverse semakin memiliki peluang untuk berkembang.

Baca juga: Schneider Electric Serahkan Solar Inverter ke Universitas Sriwijaya

Faktanya, perusahaan-perusahaan besar kini mulai memasuki dunia Metaverse dan sangat antusias untuk menjadi bagian dari pengalaman internet yang imersif. Sebagian besar perusahaan raksasa teknologi bahkan mulai mengambil langkah-langkah untuk menerapkannya di berbagai industri.  

Penampilan bintang pop Ariana Grande dalam sebuah rangkaian konser di Fortnite pada 2022 bisa menjadi contoh. Konser virtual ini mendapatkan perhatian dunia karena menghadirkan pengalaman psychedelic bagi para penonton. 

Meskipun berinvestasi di Metaverse tampak menyenangkan, para pemimpin bisnis perlu memiliki pemahaman mendalam mengenai Metaverse dan dampak perubahan teknologi yang akan terjadi.

Edge computing

Dunia sedang mengalami masa disrupsi dengan sangat cepat. Dengan mempertimbangkan gempuran perubahan digital dan teknologi, perusahaan di berbagai industri perlu terus mengikuti permintaan pelanggan yang muncul agar bisa mengendalikan iklim ekonomi saat ini dan di masa depan.

Untuk alasan ituChief Information Officer (CIO) di seluruh dunia perlu mulai memikirkan cara-cara untuk mendorong pertumbuhan dan tetap gesit dalam setiap perubahan. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan membawa kehadiran digital mereka ke tingkat berikutnya serta mempersiapkan diri dengan baik ketika Metaverse sungguh menjadi kenyataan.

Baca juga: Jadi Tren Desain Interior 2022, Ini Cara Menerapkan Gaya Japandi

Jaringan 5G dan solusi edge computing hingga saat ini merupakan solusi terbaik. Jaringan 5G dapat memberikan bandwith yang tepat untuk mendukung koneksi pengguna ke Metaverse. Sementara ituedge computing dari Schneider Electric dapat menjadi solusi untuk mengurangi latensi serta memungkinkan pemindahan data dan konten digital yang besar secara real time. 

Tren Metaverse akan mendorong adopsi edge computing karena merupakan infrastruktur utama yang akan mendorong evolusi Metaverse dan memaksimalkan potensi secara berkelanjutan.

Hemat energi

Meskipun pembahasan tentang Metaverse membuat industri bergairah, tetapi volume pertukaran data, bandwitch, dan pengoperasian data center masih menjadi kendala. Pengoperasian teknologi canggih seperti Metaverse membutuhkan lebih banyak energi.

Memanfaatkan dan memaksimalkan infrastruktur yang sudah ada dapat mengurangi pembangunan data center baru dan berpotensi menambah beban lingkungan.

Ketika perusahaan bergerak menuju Metaverse, mereka harus bekerja dengan para ahli untuk mengatur dan memprioritaskan keberlanjutan data center. Mereka dapat mulai memeriksa emisi Scope 2, mengkaji kembali sumber energi, dan mempertimbangkan teknologi bersih untuk mengatasi jejak karbon.

Baca juga: Smart Living, Gaya Hidup Masyarakat di Era Disrupsi

Pembangunan edge data center yang ramah lingkungan menjadi kebutuhan untuk memastikan masa depan dunia yang berkelanjutan. Arsitektur data center yang terintegrasi tingkat tinggi, pengelolaan energi yang cerdas, penerapan solusi kontrol otomatis, dan solusi data center berbasis artificial intelligence (AI) dapat mendukung pengelolaan edge data center yang ramah lingkungan.

Semua itu adalah kunci dalam membantu perusahaan untuk membangun Metaverse secara berkelanjutan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menghindari Kebakaran Rumah dengan Teknologi Smart Home

Hi moms! Momen pergantian tahun 2022 ke 2023 terasa berbeda dibandingkan perayaan dua tahun terakhir yang terbatas akibat pandemi Covid-19. Badan Kebijakan Transportasi (Baketrans) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprediksi, potensi pergerakan masyarakat yang bepergian pada liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mencapai lebih dari 16 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 44,17 juta orang. Jumlah tersebut melonjak dua kal i lipat dibandingkan tahun lalu. Besarnya jumlah orang yang bepergian meninggalkan rumah menjadi perhatian khusus bagi keamanan tempat tinggal. Baca juga:  3 Hasil Penelitian Independen Schneider Electric Terkait Aksi Sustainability Industri Salah satu insiden yang kerap menjadi momok adalah kebakaran rumah. Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Keselamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta mencatat, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, terdapat sekitar 8.004 peristiwa kebakaran di Jakarta. Distribution  Business Vice President of Schneider Electri

98 Persen Perusahaan Indonesia Telah Menetapkan Target Sustainability

Hi moms! Schneider Electric , p emimpin transformasi digital dalam pengelolaan energi dan automasi,   merilis hasil temuan  Survei Sustainability Tahunan  yang diselenggarakan di 9 negara di Asia,  meliputi Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Hasil survei tersebut menemukan 98 persen responden Indonesia menyatakan bahwa perusahaan mereka telah menetapkan target keberlanjutan ( sustainability ). Hanya saja, sebagian dari target yang dicanangkan merupakan target jangka pendek (kurang dari 4 tahun). Baca juga:  Elektrifikasi Jadi Solusi Sektor Tambang Mengurangi Jejak Karbon Meskipun hampir seluruh responden Indonesia sudah menetapkan target  sustainability , hanya 4 dari 10 pemimpin perusahaan yang menyatakan sudah melakukan aksi dan memiliki strategi  sustainability  yang komprehensif. Terlepas masih terdapat kesenjangan antara niat dan aksi, Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat kepercayaan yang sangat tinggi d

Upaya Schneider Electric Mencari Solusi Berkelanjutan

Hi moms! Inovasi adalah kunci untuk memastikan bahwa perusahaan transformasi digital dalam pengelolaan energi dan automasi, Schneider Electric, selalu menjadi yang terdepan dan memberikan solusi terbaik kepada pelanggan. Inovasi ada dalam DNA Schneider Electric ; ini adalah semangat dan landasan pertumbuhan perusahaan ini. Schneider Electric juga selalu berkomitmen untuk mencapai tujuan keberlanjutan dalam dekarbonisasi, program Green Premium, pengemasan berkelanjutan, dan ekonomi sirkular. Baca juga:  Elektrifikasi Jadi Solusi Sektor Tambang Mengurangi Jejak Karbon Dalam automasi industri, ambisi kolektif Schneider Electric adalah menciptakan solusi berkelanjutan melalui produk, sistem, dan layanan masa depan yang mengurangi dampak lingkungan dari pelanggan serta Schneider Electric sendiri. Menggabungkan kecenderungan terhadap inovasi dan keberlanjutan , baru-baru ini Schneider Electric meluncurkan tantangan keberlanjutan internal dan ide inovasi, yang bertujuan untuk meningk