Langsung ke konten utama

Ini Saatnya Beralih ke Bangunan Cerdas dan Hijau

Pembangunan bangunan cerdas (smart building) dan hijau (green building) mempunyai peran yang sangat penting bagi upaya dekarbonisasi.

Hi moms!

Perubahan iklim memberikan beragam dampak buruk bagi lingkungan. Guna mengurangi dampak perubahan iklim dan tingkat emisi karbon, upaya keberlanjutan pada sektor bangunan dan konstruksi harus semakin digalakkan.

Pasalnya, walaupun saat ini banyak kemajuan yang dicapai melalui efisiensi energi yang diterapkan pada beragam bangunan, termasuk pemanfaatan renewable energy atau energi baru terbarukan (EBT), tetapi hal ini belum dapat mengimbangi meningkatnya emisi karbon dari sektor konstruksi.

Oleh sebab itu, mewujudkan bangunan cerdas dan hijau, baik komersial maupun residensial, dalam konteks revitalisasi fasilitas bangunan eksisting dan pembangunan fasilitas bangunan baru menjadi sebuah upaya yang harus segera dilakukan.

Baca juga: Lebih Sustainable, 1 dari 3 Manfaat Digitalisasi Perusahaan

Tujuannya jelas, yaitu mengurangi emisi karbon, efisiensi biaya operasional, dan meningkatkan keberlanjutan dalam bisnis.

Upaya tersebut berlaku bagi seluruh kalangan pengelola dan pengembang fasilitas bangunan perkantoran, pusat data dan jaringan, manajemen fasilitas, perusahaan listrik, layanan kesehatan, pengolahan air bersih dan air limbah, energi dan bahan kimia, makanan dan minuman, hotel, serta real estate komersial.

Kenyataannya, kebutuhan bangunan cerdas dan hijau memang semakin meningkat.

Bangunan cerdas dan hijau didesain untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan serta memaksimalkan efisiensi energi dan keberlanjutan.

Baca juga: Moms, Ini Pentingnya Cleantech Start-up untuk Mewujudkan Net Zero Emissons pada 2060

Bangunan cerdas dan hijau mendukung proses keberlanjutan karena memberikan peluang bagi penggunanya memperoleh kenyamanan serta keamanan dalam bekerja untuk hasil yang optimal dan efisien.

Dengan menjadi pelaku aktif dalam aksi keberlanjutan ini, sejatinya kita telah menjadi bagian gerakan Green Heroes for Life guna mewujudkan lingkungan yang lebih baik dan sehat bagi generasi selanjutnya.

Adapun salah satu cara mewujudkan bangunan hijau dan cerdas adalah pemanfaatan internet of things (IoT). IoT bisa mendorong terciptanya bangunan yang lebih efisien, nyaman, mudah dikelola, dan semuanya saling terhubung.

Baca juga: Schneider Electric Fokus Memberdayakan Pekerja Perempuan

Inilah alasan kehadiran bangunan cerdas dan hijau yang dilengkapi IoT menjadi semakin penting dalam konteks efisiensi energi dan keberlanjutan.

Teknologi IoT yang bisa diterapkan merupakan jaringan sistem dan perangkat pendukung yang ada pada bangunan, seperti pencahayaan, sistem pemanas dan pendingin udara (HVAC), akses keamanan dan kontrol, serta perangkat kontrol berupa katup, aktuator, sensor, dan meter.

Perusahaan yang fokus pada bidang energi dan automasi, Schneider Electric, mecatat bahwa penerapan IoT pada manajemen sistem bangunan memberikan efisiensi atas biaya dan waktu rekayasa hingga 80 persen.

Baca juga: Begini 3 Tahapan Membuat Bangunan Zero Carbon

Selain itu, berdasarkan penelitian Schneider Electric, pengelola bangunan dapat menghemat biaya pemeliharaan hingga 75 persen dan mengurangi jejak karbon mencapai 50 persen.

Pertanyaan selanjutnya, apakah kita harus segera mengadopsi konsep bangunan cerdas dan hijau untuk mengurangi jejak emisi karbon, mencapai efisiensi, dan keberlanjutan? Jawabannya, tentu iya.

Pertama, bangunan konvensional menghasilkan lebih banyak emisi karbon dan boros energi. Sementara, bangunan cerdas dan hijau dapat membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan serta mengurangi biaya energi dan operasional dalam jangka panjang.

Kedua, fakta-fakta di lapangan telah membuktikan bahwa penerapan IoT pada bangunan cerdas lebih menguntungkan usaha. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menghindari Kebakaran Rumah dengan Teknologi Smart Home

Hi moms! Momen pergantian tahun 2022 ke 2023 terasa berbeda dibandingkan perayaan dua tahun terakhir yang terbatas akibat pandemi Covid-19. Badan Kebijakan Transportasi (Baketrans) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprediksi, potensi pergerakan masyarakat yang bepergian pada liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mencapai lebih dari 16 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 44,17 juta orang. Jumlah tersebut melonjak dua kal i lipat dibandingkan tahun lalu. Besarnya jumlah orang yang bepergian meninggalkan rumah menjadi perhatian khusus bagi keamanan tempat tinggal. Baca juga:  3 Hasil Penelitian Independen Schneider Electric Terkait Aksi Sustainability Industri Salah satu insiden yang kerap menjadi momok adalah kebakaran rumah. Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Keselamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta mencatat, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, terdapat sekitar 8.004 peristiwa kebakaran di Jakarta. Distribution  Business Vice President of Schneider Electri

98 Persen Perusahaan Indonesia Telah Menetapkan Target Sustainability

Hi moms! Schneider Electric , p emimpin transformasi digital dalam pengelolaan energi dan automasi,   merilis hasil temuan  Survei Sustainability Tahunan  yang diselenggarakan di 9 negara di Asia,  meliputi Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Hasil survei tersebut menemukan 98 persen responden Indonesia menyatakan bahwa perusahaan mereka telah menetapkan target keberlanjutan ( sustainability ). Hanya saja, sebagian dari target yang dicanangkan merupakan target jangka pendek (kurang dari 4 tahun). Baca juga:  Elektrifikasi Jadi Solusi Sektor Tambang Mengurangi Jejak Karbon Meskipun hampir seluruh responden Indonesia sudah menetapkan target  sustainability , hanya 4 dari 10 pemimpin perusahaan yang menyatakan sudah melakukan aksi dan memiliki strategi  sustainability  yang komprehensif. Terlepas masih terdapat kesenjangan antara niat dan aksi, Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat kepercayaan yang sangat tinggi d

Elektrifikasi Jadi Solusi Sektor Tambang Mengurangi Jejak Karbon

Hi moms! Industri pertambangan memainkan peran penting dalam perekonomian global dan merupakan penggerak utama transisi energi global. Namun, sektor ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, seperti solar, untuk menggerakkan peralatan dan operasinya. Industri pertambangan bertanggung jawab atas sekitar 4-7 persen emisi karbon global. Peralatan dan operasional bertenaga diesel menyumbang sebagian besar emisi ini. Data International Council on Mining and Metals (ICMM) menunjukkan, 30-80 persen emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh sebuah tambang (tergantung pada geografi lokasi tambang dan material yang ditambang). Baca juga:  Schneider Electric Launching Sustainability School di Indonesia Meskipun demikian, sektor pertambangan memiliki peran vital dalam membangun dunia yang lebih berkelanjutan. Sebab, teknologi energi ramah lingkungan, seperti pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga angin, dan kendaraan listrik (EV) membutuhkan lebih banyak logam da