Langsung ke konten utama

Begini 3 Tahapan Membuat Bangunan Zero Carbon

Seorang engineer perempuan sedang memperhatikan bagaimana caranya mewujudkan bangunan net carbon demi lingkungan yang lebih bersih

Hi moms!

Para pemangku kepentingan global terus mendorong upaya pengurangan emisi karbon yang ditargetkan mencapai net-zero emission pada 2050.

Indonesia sendiri mencanangkan komitmen untuk dapat mencapai target net-zero emission pada 2060 dan menaikkan target Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) menjadi 32 persen atau setara 912 juta ton karbon dioksida pada 2030.

Komitmen tersebut perlu didukung dengan berbagai upaya, salah satunya dengan mendekarbonisasi bangunan karena sektor ini menyumbang 37 persen emisi karbon global.

Saat ini, proyek bangunan baru mulai dirancang dan dibangun dengan konsep ramah lingkungan dengan memanfaatkan teknologi yang dapat menciptakan bangunan zero carbon.

Baca juga: Lebih Sustainable, 1 dari 3 Manfaat Digitalisasi Perusahaan

Namun, hal yang juga harus menjadi fokus perhatian bersama adalah bagaimana mentransformasi bangunan lama agar lebih efisien dan rendah karbon.

Mengingat, sekitar 50 persen bangunan yang ada saat ini masih akan digunakan hingga 2050. Tahun di mana sebagian besar perusahaan dan organisasi menargetkan untuk mencapai net-zero carbon.

Salah satu perusahaan yang fokus pada transformasi digital dalam pengelolaan energi dan automasi, Schneider Electric, pun merekomendasikan pengelola gedung untuk mewujudkan net carbon dengan berbagai cara.

Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Roberto Rossi mengatakan, Schneider Electric secara global telah membantu ribuan perusahaan dalam perjalanan mereka melakukan dekarbonisasi operasional bangunan, mulai dari hotel, ritel, rumah sakit, hingga perkantoran.

“Selama puluhan tahun pengalaman di bidang pengelolaan energi, sustainability, dan teknologi, kami merangkum tiga tahapan penting yang menjadi pondasi dalam mewujudkan bangunan zero carbon, yaitu strategize, digitize, dan decarbonize,” kata Roberto.

Ketiga tahapan tersebut, lanjut Roberto, menjadi satu rangkaian tak terpisahkan untuk menghasilkan dampak maksimal.

1. Strategize (buat strategi)

Strategi menjadi pondasi dasar dalam menciptakan roadmap menuju target emisi nol bersih. Terdapat beberapa langkah untuk memastikan kesuksesan pada tahap ini.

Pertama, perusahaan perlu melakukan pengukuran baseline data emisi karbon di seluruh portofolio bangunan untuk mendapatkan analisis akurat terkait awal perjalanan dekarbonisasi.

Kedua, perusahaan harus mempelajari semua opsi solusi dekarbonisasi dan skema pembiayaan yang ada, serta memodelkan dampaknya terhadap pertumbuhan bisnis dan proyeksi pencapaian dekarbonisasi.

Baca juga: Solusi Data Center Hibrida dan Edge dari Schneider Electric

Ketiga, membuat target dan key performance indicator (KPI) terukur dengan detail jadwal implementasi yang diselaraskan dengan science based targets (SBTi).

Keempat, mengidentifikasi dan melibatkan pemangku kepentingan yang tepat dalam perencanaan strategis dan pengimplementasiannya.

Kelima, berkomunikasi dan melibatkan seluruh ekosistem rantai nilai untuk mengambil aksi yang sama, mengingat sering kali kontribusi emisi karbon perusahaan dihasilkan secara tidak langsung.

2. Digitize (digitalisasi)

Digitalisasi merupakan langkah penting berikutnya. Perusahaan memerlukan visibilitas yang berkelanjutan atas konsumsi energi dan emisi karbon untuk memperkirakan, serta memvalidasi dampak dari upaya pengurangan karbonnya.

Langkah ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi anomali kinerja dan memastikan perusahaan berada dalam jalur yang tepat untuk mencapai tujuan dekarbonisasi.

Teknologi digital EcoStruxure Resource Advisor, misalnya, dapat membantu manajemen bangunan mengelola kompleksitas integrasi data dari berbagai sumber.

Baca juga: 7 Langkah Mudah Membuat Rumah Lebih Sustainable

Teknologi ini juga memberikan analisis dan rekomendasi yang dibutuhkan untuk pembuatan keputusan, serta membuat sistem pelaporan terpusat untuk pengukuran data emisi secara otomatis dan real-time dari ribuan lokasi.

Sistem pengukur power logic dengan pemantauan jarak jauh melalui EcoStruxure Power Monitoring Expert juga memungkinkan manajemen bangunan mengetahui posisi yang harus diberikan tindakan, mengidentifikasi masalah kualitas daya, dan menganalisis konsumsi energi berdasarkan jenis beban untuk fasilitas yang kritis dan intensif terhadap energi.

3. Decarbonize (dekarbonisasi)

Dua tahapan pertama digunakan untuk mempelajari dan mendapatkan wawasan yang dibutuhkan. Sedangkan, tahapan ketiga ini merupakan tindakan nyata yang diambil untuk mengurangi emisi, mendorong efisiensi dan ketahanan sumber daya, dan meningkatkan keuntungan bisnis.

Terdapat empat langkah yang bisa dilakukan manajemen gedung. Pertama, mengadopsi teknologi sistem manajemen gedung.

Baca juga: Panduan Dasar Dekarbonisasi untuk Perusahaan di Indonesia

Kedua, peningkatan efisiensi di tingkat ruangan dengan penggunaan sensor dan perangkat berbasis internet of things (IoT). Tujuannya adalah untuk memaksimalkan penghematan energi dan karbon, serta memastikan kenyamanan penghuni bangunan.

Ketiga, modernisasi infrastruktur bangunan, seperti peralatan distribusi listrik yang sudah usang dan mengoptimalkan desain kelistrikan berbasis software. Keempat, melakukan transisi ke sumber daya terbarukan.

Manajemen gedung EcoStruxure

Solusi sistem manajemen gedung yang terbuka dan cerdas, seperti EcoStruxure Building Operation bisa menjadi pilihan pengelola gedung untuk mewujudkan ketiga tahap di atas.

Sistem manajemen gedung tersebut menyediakan integrasi, visibilitas, dan data yang terintegrasi untuk pengelolaan heating, ventilation, and air-conditioning (HVAC), daya, pencahayaan, keamanan, keselamatan kebakaran, jaringan mikro, stasiun pengisian daya kendaraan listrik, dan sumber energi terbarukan. 

Selain itu, ada juga teknologi EcoStruxure Building Advisor yang dapat membantu mengoptimalkan kinerja peralatan melalui pemeliharaan prediktif untuk membantu mencegah penurunan kinerja.

Sistem itu juga mampu mengidentifikasi kesalahan dan secara proaktif memberikan wawasan penting tentang efisiensi sistem, serta mendeteksi masalah kritikal sebelum terjadi kegagalan.

Baca juga: Baterai Li-ion vs. Aki Kering, Lebih Baik Mana?

“Berpegang pada nilai-nilai impact company, kami terus berupaya untuk menjadi mitra digital yang dapat diandalkan dan berdampak positif,” ujar Roberto.

Perusahaan asal Prancis tersebut juga menyediakan layanan konsultasi bagi korporasi dan organisasi seputar program sustainability dalam pengelolaan energi, automasi, dan aksi iklim melalui Schneider Electric Sustainability Business.

Schneider Electric juga mengajak sebanyak-banyaknya pemangku kepentingan, baik swasta maupun publik untuk bergabung menjadi Green Heroes for Life (GHfL).

“Caranya adalah dengan membangun supporting ecosystem yang mempermudah dimulainya perjalanan sustainability dengan aksi iklim yang terencana dan terukur,” ajak Roberto.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menghindari Kebakaran Rumah dengan Teknologi Smart Home

Hi moms! Momen pergantian tahun 2022 ke 2023 terasa berbeda dibandingkan perayaan dua tahun terakhir yang terbatas akibat pandemi Covid-19. Badan Kebijakan Transportasi (Baketrans) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprediksi, potensi pergerakan masyarakat yang bepergian pada liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mencapai lebih dari 16 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 44,17 juta orang. Jumlah tersebut melonjak dua kal i lipat dibandingkan tahun lalu. Besarnya jumlah orang yang bepergian meninggalkan rumah menjadi perhatian khusus bagi keamanan tempat tinggal. Baca juga:  3 Hasil Penelitian Independen Schneider Electric Terkait Aksi Sustainability Industri Salah satu insiden yang kerap menjadi momok adalah kebakaran rumah. Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Keselamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta mencatat, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, terdapat sekitar 8.004 peristiwa kebakaran di Jakarta. Distribution  Business Vice President of Schneider Electri

98 Persen Perusahaan Indonesia Telah Menetapkan Target Sustainability

Hi moms! Schneider Electric , p emimpin transformasi digital dalam pengelolaan energi dan automasi,   merilis hasil temuan  Survei Sustainability Tahunan  yang diselenggarakan di 9 negara di Asia,  meliputi Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Hasil survei tersebut menemukan 98 persen responden Indonesia menyatakan bahwa perusahaan mereka telah menetapkan target keberlanjutan ( sustainability ). Hanya saja, sebagian dari target yang dicanangkan merupakan target jangka pendek (kurang dari 4 tahun). Baca juga:  Elektrifikasi Jadi Solusi Sektor Tambang Mengurangi Jejak Karbon Meskipun hampir seluruh responden Indonesia sudah menetapkan target  sustainability , hanya 4 dari 10 pemimpin perusahaan yang menyatakan sudah melakukan aksi dan memiliki strategi  sustainability  yang komprehensif. Terlepas masih terdapat kesenjangan antara niat dan aksi, Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat kepercayaan yang sangat tinggi d

Elektrifikasi Jadi Solusi Sektor Tambang Mengurangi Jejak Karbon

Hi moms! Industri pertambangan memainkan peran penting dalam perekonomian global dan merupakan penggerak utama transisi energi global. Namun, sektor ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, seperti solar, untuk menggerakkan peralatan dan operasinya. Industri pertambangan bertanggung jawab atas sekitar 4-7 persen emisi karbon global. Peralatan dan operasional bertenaga diesel menyumbang sebagian besar emisi ini. Data International Council on Mining and Metals (ICMM) menunjukkan, 30-80 persen emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh sebuah tambang (tergantung pada geografi lokasi tambang dan material yang ditambang). Baca juga:  Schneider Electric Launching Sustainability School di Indonesia Meskipun demikian, sektor pertambangan memiliki peran vital dalam membangun dunia yang lebih berkelanjutan. Sebab, teknologi energi ramah lingkungan, seperti pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga angin, dan kendaraan listrik (EV) membutuhkan lebih banyak logam da