Adapun data center hibrida adalah kombinasi dari layanan lokal, cloud pribadi, dan cloud publik yang dapat dikendalikan dari jarak jauh berbasis komputasi awan (edge computing).
Edge computing tersebut mengacu pada praktik pemrosesan data di dekat sumber data. Jadi, data tidak perlu dikirim terlebih dahulu ke lokasi pusat untuk diproses karena ini bisa memakan waktu dan lebih rawan terhadap serangan siber.
Baca juga: 7 Langkah Mudah Membuat Rumah Lebih Sustainable
Baik data center hibrida maupun edge computing dapat memperoleh manfaat dari penggunaan perangkat lunak data center infrastructure management (DCIM).
Business Vice President, Secure Power Division, Energy Management Business Schneider Electric Yana Haikal mengatakan, dengan kedua pilihan tersebut, kebutuhan data center diharapkan dapat terpenuhi secara paralel mulai dari skala kecil hingga besar.
“Harapannya agar layanan data yang penting untuk entitas bisnis, komersial, dan individu dapat dikelola dengan aman dan efisien,” katanya.
Solusi tersebut diharapkan juga dapat mendukung penggunaan energi bersih bagi semua entitas demi terwujudnya keberlanjutan atau sustainability usaha.
Baca juga: Baterai Li-ion vs. Aki Kering, Lebih Baik Mana?
“Termasuk yang tak kalah pentingnya adalah akses ke data dan aplikasi lainnya pada lingkungan komputasi awan atau cloud,” jelas Yana.
Apalagi, pasar data center Indonesia diprediksi
terus mengalami peningkatan permintaan volume dan kualitas layanan dari
pelanggan. Hal ini seiring dengan tumbuhnya gaya hidup digital, bangunan, dan
industri cerdas dengan kendali jarak jauh berbasis internet.
Lembaga Data Center Indonesia berharap,
volume data center dalam negeri bisa
tumbuh dari 2,06 miliar dollar AS (setara Rp 30.920 triliun) pada 2023 menjadi 3,98
miliar dollar AS (setara Rp 59.739 triliun) pada 2028.
Angka tersebut sejalan dengan compounded annual growth rate (CAGR)
atau pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 14,09 persen selama periode 2023-2028.
Baca juga: Menghindari Kebakaran Rumah dengan Teknologi Smart Home
Menjawab pesatnya pertumbuhan dan permintaan layanan data center pada pasar emerging Indonesia,
Data center memang harus memiliki kemampuan untuk memenuhi melonjaknya
permintaan kebutuhan gaya hidup digital, bangunan, dan industri cerdas yang
dapat dikendalikan dari jarak jauh berbasis komputasi awan.
Sementara itu, Ketua Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO) Hendra Suryakusuma pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa data center menjadi infrastruktur yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Terlebih dengan masifnya peningkatan
jumlah industri, perusahaan, dan start-up digital, serta migrasi data ke komputasi
awan, ekspansi e-commerce, dan teknologi
berbasis data lainnya.
Baca juga: 5 Cara Kurangi Dampak Perubahan Iklim
“Hal terpenting adalah keberlanjutan
usaha dapat dicapai melalui manajemen energi berbasis inovasi, standar tertinggi,
dan kolaborasi yang erat dengan pemangku kepentingan terkait agar data center berfungsi dengan efisien dan
maksimal,” harap Hendra.
Solusi DCIM komprehensif yang
ditawarkan oleh Schneider Electric dikenal dengan istilah EcoStruxure IT.
Perangkat lunak tersebut
mendefinisikan ulang manajemen infrastruktur teknologi informasi hibrida dan
membawa perangkat lunak DCIM lebih efisien, adaptif, serta tangguh dalam
mencapai keberlanjutan.
Baca juga: Panduan Dasar Dekarbonisasi untuk Perusahaan di Indonesia
Schneider Electric mengklaim bahwa EcoStruxure
IT dapat menjawab tantangan DCIM 3.0 dengan modernisasi portofolio perangkat
lunak untuk pemantauan dan pengelolaan infrastruktur teknologi informasi hibrida
yang semakin kompleks.
Selain itu, EcoStruxure IT menawarkan
solusi analisis cerdas dengan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti.
Dengan keamanan siber bawaan,
penilaian, dan kemampuan prediktif, perangkat lunak tersebut dapat memantau dan
mengantisipasi risiko sekaligus mengoptimalkan infrastruktur, kinerja, dan
penghematan di seluruh siklus hidup perangkat teknologi informasi.
Komentar
Posting Komentar