Langsung ke konten utama

Tagihan Listrik Membludak? Yuk Ikuti Tips Hemat Listrik ala Momfullness

teknologi smart home

Halo moms apa kabar? Bagaimana situasi di rumah saat ini? Semoga dalam keadaan baik, ya.

Sudah hampir 8 bulan kita melewati masa pandemi Covid-19. Selama itu pula suami bekerja dari rumah sampai sekarang. Kalau anak, kebetylan anakku masih baby usia 5 bulan, jadi masih belum pusing ngurusin keperluan sekolah. Hehe.

Tapi, ada satu hal yang jadi concern aku dan suami, yaitu tagihan listrik yang semakin mahal. Duuuuh. 

Wajarlah yaa soalnya semua aktivitas dilakukan di rumah. Jadi, penggunaan alat elektronik juga makin intens.

Kalau kayak gini caranya, aku kepikiran deh buat pasang teknologi smart home di rumahku. Ituloh teknologi yang bisa kontrol dan atur pemakaian alat elektronik rumah kapan aja dan dimana aja.

Salah satu yang aku sudah lama lirik adalah produk WISER (wireless smart home system) dari Schneider Electric.

Canggihnya, produk ini bisa menyediakan data real time dan memungkinkan pemilik rumah punya kontrol jarak jauh terhadap pemakaian alat elektronik di rumahnya. Sistem ini juga bisa secara otomatis mengontrol pencahayaan di rumah menggunakan sensor inframerah. Emmm, keren ya moms.

Dengan teknologi ini, lampu di rumah jadi bisa secara otomatis mati kalau lagi engga ada aktivitas di dalam rumah. Sistem ini juga bisa beradaptasi terhadap lingkungan secara otomatis. Misalnya, suhu dan pencahayaan di dalam rumah dapat disesuaikan dengan kebiasaan penghuni sehingga pemakaian daya listrik bisa lebih efisien. 

Makin irit deh, ya.

Selain berfungsi untuk meringankan tagihan listrik, teknologi smart home ternyata bisa mengurangi pembuangan emisi karbon yang dihasilkan rumah.

Menurut laman Schneider Electric, rumah menghasilkan sekitar sepertiga dari emisi karbondioksida global pada 2019. Penggunaan listrik perumahan juga akan meningkat dua kali lipat pada 2050 mendatang. Ini akan menjadi segmen konsumsi energi terbesar pada 2050, mewakili 36 persen penggunaan listrik global.

Agak ngeri sih, ya moms, kalau terus dibiarin. Bisa-bisa iklim bumi tercinta kita ini rusak dan merugikan semua makhluk hidup yang tinggal, termasuk kita. Jangan sampe deh.

Oleh karena itu, penting banget nih buat lakuin beberapa strategi untuk mengurangi emisi karbon.

Salah satunya bisa dengan diet energi. Duh, kayak makanan aja diet. 

Ternyata nih, moms, lebih dari setengah energi yang kita gunakan di rumah adalah pendingin udara atau AC? Bagian ini memakan hampir 51 persen porsi pemakaian energi di rumah, lho.

Nah, untuk melakukan penghematan atau diet energi, ada baiknya kita menggunakan alat elektronik yang memiliki efisiensi tinggi. Dengan penggunaan elektronik hemat energi, tagihan listrik bulanan bisa berkurang drastis. Kalo aku sih udah menerapkan ini. Jadi, penting banget tuh beli AC yang hemat energi, yang ada teknologi inferternya.

Terus, ke depannya aku juga udah bilang ke suami untuk pasang solar panel. Ya, meskipun gak tau kapan sih. Tapi rencana ini selalu ada.

Baca juga: Ibu Hamil dan Ibu Menyusui Butuh Nutrisi Lebih, Apa Aja Sih?

Sebagai informasi, penggunaan panel surya engga hanya bisa mengurangi biaya listrik harian, tapi juga dapat mengurangi emisi karbon. Saat ini, perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk pemasangan panel surya berkisar sekitar Rp 14 juta untuk kapasitas 1 KWp.

Yaaa walaupun terbilang cukup mahal, penggunaan panel surya dapat dianggap sebagai investasi jangka panjang karena dapat menghemat beban biaya listrik sekitar 30 persen, moms. Panel surya juga relatif mudah untuk dipasang, karena hanya membutuhkan ruang kecil.

Doain aja supaya bisa terwujud ya. Nah, kalau moms sendiri kira-kira ada tips lain gak supaya pemakaian listrik bisa lebih murah?

Share di kolom komentar ya, moms. See ya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menghindari Kebakaran Rumah dengan Teknologi Smart Home

Hi moms! Momen pergantian tahun 2022 ke 2023 terasa berbeda dibandingkan perayaan dua tahun terakhir yang terbatas akibat pandemi Covid-19. Badan Kebijakan Transportasi (Baketrans) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprediksi, potensi pergerakan masyarakat yang bepergian pada liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mencapai lebih dari 16 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 44,17 juta orang. Jumlah tersebut melonjak dua kal i lipat dibandingkan tahun lalu. Besarnya jumlah orang yang bepergian meninggalkan rumah menjadi perhatian khusus bagi keamanan tempat tinggal. Baca juga:  3 Hasil Penelitian Independen Schneider Electric Terkait Aksi Sustainability Industri Salah satu insiden yang kerap menjadi momok adalah kebakaran rumah. Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Keselamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta mencatat, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, terdapat sekitar 8.004 peristiwa kebakaran di Jakarta. Distribution  Business Vice President of Schneider Electri

98 Persen Perusahaan Indonesia Telah Menetapkan Target Sustainability

Hi moms! Schneider Electric , p emimpin transformasi digital dalam pengelolaan energi dan automasi,   merilis hasil temuan  Survei Sustainability Tahunan  yang diselenggarakan di 9 negara di Asia,  meliputi Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Hasil survei tersebut menemukan 98 persen responden Indonesia menyatakan bahwa perusahaan mereka telah menetapkan target keberlanjutan ( sustainability ). Hanya saja, sebagian dari target yang dicanangkan merupakan target jangka pendek (kurang dari 4 tahun). Baca juga:  Elektrifikasi Jadi Solusi Sektor Tambang Mengurangi Jejak Karbon Meskipun hampir seluruh responden Indonesia sudah menetapkan target  sustainability , hanya 4 dari 10 pemimpin perusahaan yang menyatakan sudah melakukan aksi dan memiliki strategi  sustainability  yang komprehensif. Terlepas masih terdapat kesenjangan antara niat dan aksi, Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat kepercayaan yang sangat tinggi d

Elektrifikasi Jadi Solusi Sektor Tambang Mengurangi Jejak Karbon

Hi moms! Industri pertambangan memainkan peran penting dalam perekonomian global dan merupakan penggerak utama transisi energi global. Namun, sektor ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, seperti solar, untuk menggerakkan peralatan dan operasinya. Industri pertambangan bertanggung jawab atas sekitar 4-7 persen emisi karbon global. Peralatan dan operasional bertenaga diesel menyumbang sebagian besar emisi ini. Data International Council on Mining and Metals (ICMM) menunjukkan, 30-80 persen emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh sebuah tambang (tergantung pada geografi lokasi tambang dan material yang ditambang). Baca juga:  Schneider Electric Launching Sustainability School di Indonesia Meskipun demikian, sektor pertambangan memiliki peran vital dalam membangun dunia yang lebih berkelanjutan. Sebab, teknologi energi ramah lingkungan, seperti pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga angin, dan kendaraan listrik (EV) membutuhkan lebih banyak logam da