Langsung ke konten utama

Apa Pentingnya Digitalisasi dan Elektrifikasi untuk Atasi Perubahan Iklim?

digitalisasi dan elektrifikasi untuk mengatasi perubahan iklim

Penggerak utama perubahan iklim adalah emisi karbon dan sebanyak 80 persen emisi karbon terkait dengan energi. Untuk menghadapi krisis iklim, kita harus mengurangi emisi tersebut secara drastis. Faktanya, jejak karbon yang ditinggalkan harus berkurang setengahnya dalam 20 tahun ke depan. Ini menuntut agar kita secara mendasar mengubah cara memproduksi dan mengonsumsi energi.

Di saat yang sama, masih ada 2 miliar orang yang saat ini hidup tanpa akses energi dan digital. Itu berarti 2 miliar orang yang hidup tanpa kenyamanan dan peluang dasar. Tanpa digital, mereka tidak memiliki akses ke pendidikan dan inklusi ekonomi.

Chairman and CEO Schneider Electric Jean-Pascal Tricoire mengatakan, fakta tersebut merupakan paradoks yang telah menjadi perbincangan selama beberapa waktu.

“Ini tentang bagaimana kita dapat memajukan masyarakat sehingga setiap individu di bumi bisa menggunakan hak asasi manusia itu (energi dan digital),” ujar Jean-Pascal.

Baca juga: Hadapi Virus Corona, Manajemen Rumah Sakit Perlu Terapkan 5 Langkah Ini

Pada dasarnya, ada persamaan untuk menyelesaikan paradoks iklim dunia. Hal ini pun tergantung pada dua revolusi teknologi dan empat prioritas yang mesti dilakukan.

1. Digitalisasi

Digital telah merevolusi cara kita bekerja dan hidup. Fase pertama adalah menghubungkan orang dengan orang secara digital dan menggunakan teknologi untuk memajukan kemampuan berkomunikasi, bekerja, dan hidup. Bayangkan, betapa sulitnya hidup pada tahun ini tanpa alat dan konektivitas digital yang telah dikembangkan selama 20 tahun terakhir, seperti telepon seluler, internet, dan konferensi video.

Lalu, fase berikutnya dari digitalisasi akan merevolusi cara orang berinteraksi dengan lingkungannya, misal di rumah, gedung, pabrik, dan bahkan kota. Ini adalah revolusi Internet of Things (IoT) yang memungkinkan komunikasi terjadi antar-device. Dengan teknologi digital, energi pun bisa disesuaikan sesuai kebutuhan. Jadi, bisa lebih efisien dalam penggunaannya.

2. Elektrifikasi

Listrik sangat penting karena merupakan satu-satunya energi yang dapat didekarbonisasi. Listrik bukanlah hal baru, tetapi cara produksi dan pemakaiannya berubah kian waktu. Hal ini ke depannya akan didukung oleh kehadiran energi terbarukan yang membuat produksi listrik jadi lebih bersih dan berkelanjutan.

Sesuai kebijakan The Paris Agreement, untuk mengatasi perubahan iklim, kita perlu membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat celcius. 

Berdasarkan dua revolusi di atas, ada empat prioritas yang perlu ditangani secara paralel untuk mengatasi masalah perubahan iklim.

Pertama, tingkatkan efisiensi.

Langkah pertama adalah menghilangkan pemborosan sumber daya karena inefisiensi dalam sistem. Untuk mengatasinya, teknologi dan konektivitas digital bisa menjadi hal disruptif dalam efisiensi. Caranya, adalah dengan menghubungkan semua benda, baik software, perangkat analitik, dan artificial intelligence untuk mengoptimalkan konsumsi energi hingga 30 persen lebih efisien.

Kedua, bergerak menuju sirkularitas.

Langkah selanjutnya adalah beralih ke ekonomi sirkular. Model bisnis ini dirancang untuk menggunakan kembali semua sumber daya yang telah dimanfaatkan dan tidak hanya membatasi limbah. Digitalisasi sangat penting untuk proses ini. Schneider Electric memperkirakan daur ulang baja, misalnya, bisa menghemat energi lebih dari 70 persen dibandingkan menggunakan bahan baku baru.

Baca juga: 10 Manfaat Inovasi Teknologi Smart Building dari Schneider Electric

Ketiga, mengalihkan listrik ke bauran energi dari 20 persen menjadi 40 persen.

Saat ini, hanya seperlima dari penggunaan energi kita yang bersumber dari listrik. Menurut Jean-Pascal, kita harus melipatgandakan proporsi energi listrik yang digunakan saat ini. Misalnya dengan melakukan migrasi besar pada moda transportasi kendaraan listrik dan pemanfaatan gedung pintar.

Keempat, fokus pada dekarbonisasi.

Alih-alih menggunakan sumber karbon-berat seperti bahan bakar fosil, listrik masa depan harus dibuat dari sumber bersih seperti matahari atau angin. Kabar baiknya, langkah ini sudah dilakukan di sebagian besar belahan dunia dan Indonesia menjadi salah satunya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menghindari Kebakaran Rumah dengan Teknologi Smart Home

Hi moms! Momen pergantian tahun 2022 ke 2023 terasa berbeda dibandingkan perayaan dua tahun terakhir yang terbatas akibat pandemi Covid-19. Badan Kebijakan Transportasi (Baketrans) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprediksi, potensi pergerakan masyarakat yang bepergian pada liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mencapai lebih dari 16 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 44,17 juta orang. Jumlah tersebut melonjak dua kal i lipat dibandingkan tahun lalu. Besarnya jumlah orang yang bepergian meninggalkan rumah menjadi perhatian khusus bagi keamanan tempat tinggal. Baca juga:  3 Hasil Penelitian Independen Schneider Electric Terkait Aksi Sustainability Industri Salah satu insiden yang kerap menjadi momok adalah kebakaran rumah. Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Keselamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta mencatat, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, terdapat sekitar 8.004 peristiwa kebakaran di Jakarta. Distribution  Business Vice President of Schneider Electri

98 Persen Perusahaan Indonesia Telah Menetapkan Target Sustainability

Hi moms! Schneider Electric , p emimpin transformasi digital dalam pengelolaan energi dan automasi,   merilis hasil temuan  Survei Sustainability Tahunan  yang diselenggarakan di 9 negara di Asia,  meliputi Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Hasil survei tersebut menemukan 98 persen responden Indonesia menyatakan bahwa perusahaan mereka telah menetapkan target keberlanjutan ( sustainability ). Hanya saja, sebagian dari target yang dicanangkan merupakan target jangka pendek (kurang dari 4 tahun). Baca juga:  Elektrifikasi Jadi Solusi Sektor Tambang Mengurangi Jejak Karbon Meskipun hampir seluruh responden Indonesia sudah menetapkan target  sustainability , hanya 4 dari 10 pemimpin perusahaan yang menyatakan sudah melakukan aksi dan memiliki strategi  sustainability  yang komprehensif. Terlepas masih terdapat kesenjangan antara niat dan aksi, Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat kepercayaan yang sangat tinggi d

Elektrifikasi Jadi Solusi Sektor Tambang Mengurangi Jejak Karbon

Hi moms! Industri pertambangan memainkan peran penting dalam perekonomian global dan merupakan penggerak utama transisi energi global. Namun, sektor ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, seperti solar, untuk menggerakkan peralatan dan operasinya. Industri pertambangan bertanggung jawab atas sekitar 4-7 persen emisi karbon global. Peralatan dan operasional bertenaga diesel menyumbang sebagian besar emisi ini. Data International Council on Mining and Metals (ICMM) menunjukkan, 30-80 persen emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh sebuah tambang (tergantung pada geografi lokasi tambang dan material yang ditambang). Baca juga:  Schneider Electric Launching Sustainability School di Indonesia Meskipun demikian, sektor pertambangan memiliki peran vital dalam membangun dunia yang lebih berkelanjutan. Sebab, teknologi energi ramah lingkungan, seperti pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga angin, dan kendaraan listrik (EV) membutuhkan lebih banyak logam da